Anda barangkali sudah pernah dengar kitab tafsir Jalalain. Kenapa disebut Jalalain? Apa keunggulan dan kelemahan kitab tafsir ini?
Mengenal dua Jalaluddin: Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi
Al-Jalalain artinya dua Jalal. Dinamakan demikian, karena kitab tafsir ini ditulis oleh dua orang ulama terkenal yaitu Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim Al-Mahalli. Beliau lahir di Mesir pada tahun 771 H dan meninggal dunia pada tahun 864 H di Mesir. Penulis kedua adalah Imam Jalaluddin Abul Fadhl ‘Abdurrahman bin Abu Bakr bin Muhammad bin Abu Bakr Al-Khudhairy Ath-Thuluuni Al-Mishri Asy-Syafi’i, biasa disebut dengan Imam As-Suyuthi. Beliau lahir setelah Maghrib pada malam Ahad bulan Rajab tahun 849 H dan wafat pada malam Jumat 19 Jumadal Ula di rumahnya di Mesir dalam usia 61 tahun pada tahun 911 H.
Awalnya Jalaluddin Al-Mahalli menulis tafsir ini mulai dari surah Al-Kahfi sampai surah An-Naas. Dan ketika menyelesaikan tafsir surah Al-Fatihah, beliau wafat. Lalu Jalaluddin As-Suyuthi pun melanjutkannya. Beliau menulis dari tafsir surah Al-Baqarah hingga surah Al-Isra’.
Secara metodologi penulisan, tidak ada perbedaan mencolok di antara dua penulis.
Penilaian ulama mengenai tafsir Jalalain
Kelebihan kitab tafsir ini adalah:
- Tidak bertele-tele (ini kitab tafsir ringkas).
- Mudah dipahami.
- Menyebutkan pendapat yang rajih (kuat) dari berbagai pendapat yang ada.
- Sering menyebutkan sisi i’rab dan qira’at secara ringkas.
- Para ulama banyak menelaah kitab tafsir ini dan bahkan ada yang memberikan catatan kaki, juga penjelasan.
Kekurangan kitab tafsir ini adalah:
- Kitab tafsir ini memakai metode ahli takwil ketika mengkaji tafsir ayat sifat Allah (ahli takwil merubah maknanya tanpa ada dalil). Salah satu contoh ketika pembahasan surah Al-Fajr ayat 22 diterangkan mengenai kedatangan Allah secara hakiki, namun ditafsirkan dengan kedatangan ‘amruhu’ (perintah-Nya). Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri memberikan catatan bahwa ini adalah takwil yang menyelisihi metode salafush shaleh. Ayat ini sejatinya menetapkan bahwa Allah itu datang sesuai keagungan Allah tanpa kita melakukan tasybih (menyerupakan dengan makhluk), tamtsil (menyamakan dengan makhluk), takyif (menyebutkan hakikat sifat tanpa dalil), atau taktil (menolak sifat). Lihat catatan kaki Tafsir Al-Jalalain (ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri), hlm. 604.
- Kitab tafsir ini terlalu bermudah-mudahan dalam penentuan beberapa bagian sejarah dan letak geografi tentang suatu kejadian dari ayat, atau semacamnya.
Mulai Tafsir Surah Al-Fatihah
Surah Al-Fatihah dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan adalah surah Makkiyyah (turun sebelum hijrah) terdiri dari tujuh ayat.
Dalam Tafsir Al-Jalalain (hlm. 10), Jalaluddin Al-Mahalli menyebutkan, “Jika basmalah itu bagian dari Al-Fatihah, maka terdiri dari tujuh ayat, ayat ketujuh adalah “shirotholladziina” sampai akhir surah. Sedangkan jika basmalah bukan merupakan bagian dari surah Al-Fatihah, ayat ketujuh adalah “ghoiril magh-dhuubi ‘alaihim” sampai akhir surah. Dari ayat “iyyaka na’budu” itu dimaksudkan untuk hamba sebagaimana disebutkan dalam hadits.”
Maksud dari Jalaluddin A-Mahalli di atas adalah hadits berikut ini.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهْىَ خِدَاجٌ – ثَلاَثًا – غَيْرُ تَمَامٍ ». فَقِيلَ لأَبِى هُرَيْرَةَ إِنَّا نَكُونُ وَرَاءَ الإِمَامِ. فَقَالَ اقْرَأْ بِهَا فِى نَفْسِكَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « قَالَ اللَّهُ تَعَالَى قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ ( الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِى عَبْدِى وَإِذَا قَالَ (الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ). قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَىَّ عَبْدِى. وَإِذَا قَالَ (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ). قَالَ مَجَّدَنِى عَبْدِى – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَىَّ عَبْدِى – فَإِذَا قَالَ (إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ). قَالَ هَذَا بَيْنِى وَبَيْنَ عَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ. فَإِذَا قَالَ (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ ). قَالَ هَذَا لِعَبْدِى وَلِعَبْدِى مَا سَأَلَ ».
Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang shalat lalu tidak membaca Ummul Qur’an (yaitu Al-Fatihah), maka shalatnya kurang (tidak sah) -beliau mengulanginya tiga kali-, maksudnya tidak sempurna.”
Maka dikatakan pada Abu Hurairah bahwa kami shalat di belakang imam.
Abu Hurairah berkata, “Bacalah Al Fatihah untuk diri kalian sendiri karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Allah Ta’ala berfirman: Aku membagi shalat (maksudnya: Al Fatihah) menjadi dua bagian, yaitu antara diri-Ku dan hamba-Ku dua bagian dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika hamba mengucapkan ’alhamdulillahi robbil ‘alamin (segala puji hanya milik Allah)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘ar rahmanir rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang)’, Allah Ta’ala berfirman: Hamba-Ku telah menyanjung-Ku. Ketika hamba tersebut mengucapkan ‘maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan)’, Allah berfirman: Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku. Beliau berkata sesekali: Hamba-Ku telah memberi kuasa penuh pada-Ku. Jika ia mengucapkan ‘iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan)’, Allah berfirman: Ini antara-Ku dan hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Jika ia mengucapkan ‘ihdiinash shiroothol mustaqiim, shirootolladzina an’amta ‘alaihim, ghoiril magdhuubi ‘alaihim wa laaddhoollin’ (tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan jalan orang yang dimurkai dan bukan jalan orang yang sesat), Allah berfirman: Ini untuk hamba-Ku, bagi hamba-Ku apa yang ia minta.’” (HR. Muslim, no. 395).
Semoga Allah beri taufik dan hidayah.
Baca Juga:
Referensi:
- Tafsir Al-Jalalain. Ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Penerbit Darus Salam.
- Tafsir Jalalain. Penerbit Pustaka Al-Kautsar.
Disusun di Darush Sholihin, 2 Rajab 1441 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com